Kamis, 21 Juli 2011

Barokah Shalat Khusyu

Barokah Shalat Khusyu


Hikam:
Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman yaitu orang-orang yang khusyu dalam sholatnya dan orang-orang yang menjauhkan diri dari perbuatan dan perkataan yang tiada berguna. (Al-Quran: Surat Al-Mu`minun )
Rosulullah SAW bersabda : Ilmu yang pertama kali di angkat dari muka bumi ialah kekhusyuan. (HR. At-Tabrani )
Nabi Muhammad SAW dalam sholatnya benar-benar dijadikan keindahan dan terjadi komunikasi yang penuh kerinduan dan keakraban dengan Allah. Ruku, sujudnya panjang, terutama ketika sholat sendiri dimalam hari, terkadang sampai kakinya bengkak tapi bukannya berlebihan, karena ingin memberikan yang terbaik sebagai rasa syukur terhadap Tuhannya. Sholatnya tepat pada waktunya dan yang paling penting, sholatnya itu teraflikasi dalam kehidupan sehari-hari.
Ciri-ciri orang-orang yang sholatnya khusyu:
  1. Sangat menjaga waktunya, dia terpelihara dari perbuatan dan perkataan sia-sia apa lagi maksiat. Jadi orang-orang yang menyia-nyiakan waktu suka berbuat maksiat berarti sholatnya belum berkualitas atau belum khusyu.
  2. Niatnya ikhlas, jarang kecewa terhadap pujian atau penghargaan, dipuji atau tidak dipuji, dicaci atau tidak dicaci sama saja.
  3. Cinta kebersihan karena sebelum sholat, orang harus wudhu terlebih dahulu untuk mensucikan diri dari kotoran atau hadast.
  4. Tertib dan disiplin, karena sholat sudah diatur waktunya.
  5. Selalu tenag dan tuma`ninah, tuma`ninah merupakan kombinasi antara tenang dan konsentrasi.
  6. Tawadhu dan rendah hati, tawadhu merupakan akhlaknya Rosulullah.
  7. Tercegah dari perbuatan keji dan munkar, orang lain aman dari keburukan dan kejelekannya.

Orang yang sholatnya khusyu dan suka beramal baik tapi masih suka melakukan perbuatan yang dilarang oleh Allah, mudah-mudahan orang tersebut tidak hanya ritualnya saja yang dikerjakan tetapi ilmunya bertambah sehingga membangkitkan kesadaran dalam dirinya.

Jika kita merasa sholat kita sudah khusyu dan kita ingin menjaga dari keriaan yaitu dengan menambah pemahaman dan mengerti bacaan yang ada didalam sholat dan dalam beribadah jangan terhalang karena takut ria.
Inti dalam sholat yang khusyu yaitu akhlak menjadi baik, sebagaimana Rosulullah menerima perintah sholat dari Allah, agar menjadikan akhlak yang baik. Itulah ciri ibadah yang disukai Allah.
Semoga dibulan ramadhan ini kita meningkatkan kualitas sholat kita.
by:jamal

Amal yang Tetap Bermakna

Amal yang Tetap Bermakna


Berhati-hatilah bagi orang-orang yang ibadahnya temporal, karena bisa jadi perbuatan tersebut merupakan tanda-tanda keikhlasannya belum sempurna. Karena aktivitas ibadah yang dilakukan secara temporal tiada lain, ukurannya adalah urusan duniawi. Ia hanya akan dilakukan kalau sedang butuh, sedang dilanda musibah, atau sedang disempitkan oleh ujian dan kesusahan, meningkatlah amal ibadahnya. Tidak demikian halnya ketika pertolongan ALLOH datang, kemudahan menghampiri, kesenangan berdatangan, justru kemampuannya bersenang-senangnya bersama ALLOH malah menghilang.
Bagi yang amalnya temporal, ketika menjelang pernikahan tiba-tiba saja ibadahnya jadi meningkat, shalat wajib tepat waktu, tahajud nampak khusu, tapi anehnya ketika sudah menikah, jangankan tahajud, shalat subuh pun terlambat. Ini perbuatan yang memalukan. Sudah diberi kesenangan, justru malah melalaikan perintah-Nya. Harusnya sesudah menikah berusaha lebih gigih lagi dalam ber-taqarrub kepada ALLOH sebagai bentuk ungkapan rasa syukur.
Ketika berwudhu, misalnya, ternyata disamping ada seorang ulama yang cukup terkenal dan disegani, wudhu kita pun secara sadar atau tidak tiba-tiba dibagus-baguskan. Lain lagi ketika tidak ada siapa pun yang melihat, wudhu kitapun kembali dilakukan dengan seadanya dan lebih dipercepat.
Atau ketika menjadi imam shalat, bacaan Quran kita kadangkala digetar-getarkan atau disedih-sedihkan agar orang lain ikut sedih. Tapi sebaliknya ketika shalat sendiri, shalat kita menjadi kilat, padat, dan cepat. Kalau shalat sendirian dia begitu gesit, tapi kalau ada orang lain jadi kelihatan lebih bagus. Hati-hatilah bisa jadi ada sesuatu dibalik ketidakikhlasan ibadah-ibadah kita ini. Karenanya kalau melihat amal-amal yang kita lakukan jadi melemah kualitas dan kuantitasnya ketika diberi kesenangan, maka itulah tanda bahwa kita kurang ikhlas dalam beramal.
Hal ini berbeda dengan hamba-hamba-Nya yang telah menggapai maqam ikhlas, maqam dimana seorang hamba mampu beribadah secara istiqamah dan terus-menerus berkesinambungan. Ketika diberi kesusahan, dia akan segera saja bersimpuh sujud merindukan pertolongan ALLOH. Sedangkan ketika diberi kelapangan dan kesenangan yang lebih lagi, justru dia semakin bersimpuh dan bersyukur lagi atas nikmat-Nya ini.
Orang-orang yang ikhlas adalah orang yang kualitas beramalnya dalam kondisi ada atau tidak ada orang yang memperhatikannya adalah sama saja. Berbeda dengan orang yang kurang ikhlas, ibadahnya justru akan dilakukan lebih bagus ketika ada orang lain memperhatikannya, apalagi bila orang tersebut dihormati dan disegani.
Sungguh suatu keberuntungan yang sangat besar bagi orang-orang yang ikhlas ini. Betapa tidak? Orang-orang yang ikhlas akan senantiasa dianugerahi pahala, bahkan bagi orang-orang ikhlas, amal-amal mubah pun pahalanya akan berubah jadi pahala amalan sunah atau wajib. Hal ini akibat niatnya yang bagus.
Maka, bagi orang-orang yang ikhlas, dia tidak akan melakukan sesuatu kecuali ia kemas niatnya lurus kepada ALLOH saja. Kalau hendak duduk di kursi diucapkannya, "Bismilahirrahmanirrahiim, ya ALLOH semoga aktivitas duduk ini menjadi amal kebaikan". Lisannya yang bening senantiasa memuji ALLOH atas nikmatnya berupa karunia bisa duduk sehingga ia dapat beristirahat menghilangkan kepenatan. Jadilah aktivitas duduk ini sarana taqarrub kepada ALLOH.
Karena banyak pula orang yang melakukan aktivitas duduk, namun tidak mendapatkan pertambahan nilai apapun, selain menaruh [maaf!] pantat di kursi. Tidak usah heran bila suatu saat ALLOH memberi peringatan dengan sakit ambaien atau bisul, sekedar kenang-kenangan bahwa aktivitas duduk adalah anugerah nikmat yang ALLOH karuniakan kepada kita.
Begitupun ketika makan, sempurnakan niat dalam hati, sebab sudah seharusnya di lubuk hati yang paling dalam kita meyakini bahwa ALLOH-lah yang memberi makan tiap hari, tiada satu hari pun yang luput dari limpahan curahan nikmatnya.
Kalau membeli sesuatu, perhitungkan juga bahwa apa yang dibeli diniatkan karena ALLOH. Ketika membeli kendaraan, niatkan karena ALLOH. Karena menurut Rasulullah SAW, kendaraan itu ada tiga jenis, 1) Kendaraan untuk ALLOH, 2) Kendaraan untuk setan, 3) Kendaraan untuk dirinya sendiri. Apa cirinya? Kalau niatnya benar, dipakai untuk maslahat ibadah, maslahat agama, maka inilah kendaraan untuk ALLOH. Tapi kalau sekedar untuk pamer, ria, ujub, maka inilah kendaraan untuk setan. Sedangkan kendaraan untuk dirinya sendiri, misakan kuda dipelihara, dikembangbiakan, dipakai tanpa niat, maka inilah kendaran untuk diri sendiri.
Pastikan bahwa jikalau kita membeli kendaraan, niat kita tiada lain hanyalah karena ALLOH. Karenanya bermohon saja kepada ALLOH, "Ya ALLOH saya butuh kendaraan yang layak, yang bisa meringankan untuk menuntut ilmu, yang bisa meringankan untuk berbuat amal, yang bisa meringankan dalam menjaga amanah". Subhanallah bagi orang yang telah meniatkan seperti ini, maka, bensinnya, tempat duduknya, shockbreaker-nya, dan semuanya dari kendaraan itu ada dalam timbangan kebaikan, insya ALLOH. Sebaliknya jika digunakan untuk maksiyat, maka kita juga yang akan menanggungnya.
Kedahsyatan lain dari seorang hamba yang ikhlas adalah akan memperoleh pahala amal, walaupun sebenarnya belum menyempurnakan amalnya, bahkan belum mengamalkanya. Inilah istimewanya amalan orang yang ikhlas. Suatu saat hati sudah meniatkan mau bangun malam untuk tahajud, "Ya ALLOH saya ingin tahajud, bangunkan jam 03. 30 ya ALLOH". Weker pun diputar, istri diberi tahu, "Mah, kalau mamah bangun duluan, bangunkan Papah. Jam setengah empat kita akan tahajud. Ya ALLOH saya ingin bisa bersujud kepadamu di waktu ijabahnya doa". Berdoa dan tidurlah ia dengan tekad bulat akan bangun tahajud.
Sayangnya, ketika terbangun ternyata sudah azan subuh. Bagi hamba yang ikhlas, justru dia akan gembira bercampur sedih. Sedih karena tidak kebagian shalat tahajud dan gembira karena ia masih kebagian pahalanya. Bagi orang yang sudah berniat untuk tahajud dan tidak dibangunkan oleh ALOH, maka kalau ia sudah bertekad, ALLOH pasti akan memberikan pahalanya. Mungkin ALLOH tahu, hari-hari yang kita lalui akan menguras banyak tenaga. ALLOH Mahatahu apa yang akan terjadi, ALLOH juga Mahatahu bahwa kita mungkin telah defisit energi karena kesibukan kita terlalu banyak. Hanya ALLOH-lah yang menidurkan kita dengan pulas.
Sungguh apapun amal yang dilakukan seorang hamba yang ikhlas akan tetap bermakna, akan tetap bernilai, dan akan tetap mendapatkan balasan pahala yang setimpal. Subhanallah. ***

Seni Menata Hati dalam Bergaul

Seni Menata Hati dalam Bergaul
--------------------------------------------------------------------------------
Pergaulan yang asli adalah pergaulan dari hati ke hati yang penuh keikhlasan, yang insya Allah akan terasa sangat indah dan menyenangkan. Pergaulan yang penuh rekayasa dan tipu daya demi kepentingan yang bernilai rendah tidak akan pernah langgeng dan cenderung menjadi masalah.
1. Aku Bukan Ancaman Bagimu
Kita tidak boleh menjadi seorang yang merugikan orang lain, terlebih kalau kita simak Rasulullah Saw. bersabda, "Muslim yang terbaik adalah muslim yang muslim lainnya selamat/merasa aman dari gangguan lisan dan tagannya." (HR. Bukhari)
Hindari penghinaan
Apapun yang bersifat merendahkan, ejekan, penghinaan dalam bentuk apapun terhadap seseorang, baik tentang kepribadian, bentuk tubuh, dan sebagainya, jangan pernah dilakukan, karena tak ada masalah yang selesai dengan penghinaan, mencela, merendahkan, yang ada adalah perasaan sakit hati serta rasa dendam.

Hindari ikut campur urusan pribadi
Hindari pula ikut campur urusan pribadi seseorang yang tidak ada manfaatnya jika kita terlibat. Seperti yang kita maklumi setiap orang punya urusan pribadi yang sangat sensitif, yang bila terusik niscaya akan menimbulkan keberangan.

Hindari memotong pembicaraan
Sungguh dongkol bila kita sedang berbicara kemudian tiba-tiba dipotong dan disangkal, berbeda halnya bila uraian tuntas dan kemudian dikoreksi dengan cara yag arif, niscaya kita pun berkecenderungan menghargainya bahkan mungkin menerimanya. Maka latihlah diri kita untuk bersabar dalam mendengar dan mengoreksi dengan cara yang terbak pada waktu yang tepat.

Hindari membandingkan
Jangan pernah dengan sengaja membandingkan jasa, kebaikan, penamplan, harta, kedudukan seseorang sehingga yang mendengarnya merasa dirinya tidak berharga, rendah atau merasa terhina.

Jangan membela musuhnya, mencaci kawannya
Membela musuh maka dianggap bergabung dengan musuhnya, begitu pula mencaci kawannya berarti memusuhi dirinya. Bersikaplah yang netral, sepanjang diri kita menginginkan kebaikan bagi semua pihak, dan sadar bahwa untuk berubah harus siap menjalani proses dan tahapan.

Hindari merusak kebahagiannya
Bila seseorang sedang berbahagia, janganlah melakukan tindakan yang akan merusak kebahagiaanya. Misalkan ada seseorang yang merasa beruntung mendapatkan hadiah dari luar negeri, padahal kita tauh persis bahwa barang tersebut buatan dalam negeri, maka kita tak perlu menyampaikannya, biarlah dia berbahagia mendapatkan oleh-oleh tersebut.

Jangan mengungkit masa lalu
Apalagi jika yang diungkit adalah kesalahan, aib atau kekurangan yang sedang berusaha ditutupi.

Ingatlah bahwa setiap orang memiliki kesalahan yang sangat ingin disembunyikannya, termasuk diri kita, maka jangan pernah usil untuk mengungkit dan membeberkannya, hal seperti ini sama denga mengajak bermusuhan.
Jangan mengambil haknya
Jangan pernah terpikir untuk menikmati hak orang lain, setiap gangguan terhadap hak seseorang akan menimbulkan asa tidak suka dan perlawanan yang tentu akan merusak hubungan.. Sepatutnya kita harus belajar menikmati hak kita, agar bermanfaat dan menjadi bahan kebahagiaan orang lain.

Hati-hati engan kemarahan
Bila anda marah, maka waspadalah karenan kemarahan yang tak terkendali biasanya menghasilkankata dan perilaku yang keji, yang sangat melukai, dan tentu perbuatan ini akan menghancurkan hubungan baik di lingkungan manapun. Kita harus mulai berlatih mengendalikan kemarahan sekuat tenaga dan tak usah sungkan untuk meminta maaf andai kata ucaan dirasakan berlebihan.

Jangan menertawakannya
Sebagian besar dari sikap menertawakan seseorang adalah karena kekurangannnya, baik sikap, penampilan, bentuk rupa, ucapan dan lain sebagainya, dan ingatlah bahwa tertawa yang tidak pada tempatnya serta berlebihan akan mengundang rasa sakit hati.

Hati-hati dengan penampilan, bau badan dan bau mulut
Tidak ada salahnya kita selalu mengontrol penampilan, bau badan atau mulut kita, karena penampilan atau bau badan yang tidak segar akan membuat orang lain merasa terusik kenyamanannya, dan cenderung ingin menghindari kita.

2. Aku menyenangkan bagimu
Wajah yang selalu cerah ceria
Rasulullah senantiasa berwajah ceria, beliau pernah besabda, "Janganlah terlalu membebani jiwamu dengan segala kesungguhan hati. Hiburlah dirimu dengan hal-hal yang ringan dan lucu, sebab bila hati terus dipaksakan memikul beban-beban yang berat, ia akan menjadi buta". (Sunan Abu Dawud).

Senyum tulus
Rasulullah senantiasa tersenyum manis sekali dan ini sangat menyenangkan bagi siapapun yang menatapnya. Senyum adalah sedekah, senyuman yang tulus memiliki daya sentuh yang dalam ke dalam lubuk hati siapapun, senyum adalah nikmat Allah yang besar bagi manusia yang mencintai kebaikan. Senyum tidak dimiliki oleh orang-orang yang keji, sombong, angkuh, dan orang yang busuk hati.

Kata-kata yang santun dan lembut
Pilihlah kata-kata yang paling sopan dengan dan sampaikan dengan cara yang lembut, karena sikap seperti itulah yang dilakukan Rasulullah, ketika berbincang dengan para sahabatnya, sehingga terbangun suasana yang menyenangkan. Hindari kata yang kasar, menyakitkan, merendahkan, mempermalukan, serta hindari pula nada suara yang keras dan berlebihan.

Senang menyapa dan mengucapkan salam
Upayakanlah kita selalu menjadi orang yang paling dahulu dalam menyapa dan mengucapkan salam. Jabatlah tagan kawan kita penuh dengan kehangatan dan lepaslah tangan sesudah diepaskan oleh orang lain, karena demikianlah yang dicontohkan Rasulullah.

Jangan lupa untuk menjawab salam dengan sempurna dan penuh perhatian.
Bersikap sangat sopan dan penuh penghormatan
Rsulullah jikalau berbincang dengan para sahabatnya selalu berusaha menghormati dengan cara duduk yang penuh perhatian, ikut tersenyum jika sahabatnya melucu, dan ikut merasa takjub ketika sahabatnya mengisahkan hal yang mempesona, sehingga setiap orang merasa dirinya sangat diutamakan oleh Rasulullah.

Senangkan perasaannya
Pujilah dengan tulus dan tepat terhadap sesuatu yang layak dipuji sambil kita kaitkan dengan kebesaran Allah sehingga yang dipuji pun teringat akan asal muasal nikmat yang diraihnya, nyatakan terima kasih dan do’akan. Hal ini akan membuatnya merasa bahagia. Dan ingat jangan pernah kikir untuk berterima kasih.

Penampilan yang menyenangkan
Gunakanlah pakaian yang rapi, serasi dan harum. Menggunakan pakaian yang baik bukanlah tanda kesombongan, Allah Maha Indah dan menyukai keindahan, tentu saja dalam batas yang sesuai syariat yang disukai Allah.

Maafkan kesalahannya
Jadilah pemaaf yang lapang dan tulus terhadap kekurangan dan kesalahan orang lain kepada kita, karena hal ini akan membuat bahagia dan senang siapapun yang pernah melakukan kekhilafan terhadap kita, dan tentu hal ini pun akan mengangkat citra kita dihatinya.

3. Aku Bermanfaat Bagimu
Keberuntungan kita bukanlah diukur dari apa yang kita dapatkan tapi dari nilai manfaat yang ada dari kehadiran kita, bukankah sebaik-baik di antara manusia adalah orang yang paling banyak manfaatnya bagi hamba-hamba Allah lainnya.
Rajin bersilaturahmi
Silaturahmi secara berkala, penuh perhatian, kasih sayang dan ketulusan walaupun hanya beberapa saat, benar-benar akan memiliki kesan yang mendalam, apalagi jikalau membawa hadiah, insya Allah akan menumbuhkan kasih sayang.

Saling berkirim hadiah
Seperti yang telah diungkap sebelumnya bahwa saling memberi dan berkirim hadiah akan menumbuhkan kasih sayang. Jangan pernah takut miskin dengan memberikan sesuatu, karena Allah yang Maha Kaya telah menjanjikan ganjaran dan jaminan tak akan miskin bagi ahli sedekah yang tulus.

Tolong dengan apapun
Bersegeralah menolong dengan segala kemampuan, harta, tenaga, wakt atau setidaknya perhatian yang tulus, walau perhatian untuk mendengar keluh kesahnya.

Apabila tidak mampu, maka do’akanlah, dan percayalah bahwa kebaikan sekecil apapun akan diperhatikan dan dibalas dengan sempurna oleh Allah.
Sumbangan ilmu dan pengalaman
Jangan pernah sungkan untuk mengajarkan ilmu dan pengalaman yang dimiliki, kita harus berupaya agar ilmu dan pengalaman yang ada pada diri kita bisa menjadi jalan bagi kesuksesan orang lain.

Insya Allah jikalau hidup kita penuh manfaat dengan tulus ikhlas maka, kebahagiaan dalam bergaul dengan siapapun akan tersa nikmat, karena tidak mengharapkan sesuatu dari orang melainkan kenikmatan kita adalah melakukan sesuatu untuk orang lain. Semata karena Allah Swt.

Selasa, 07 Juni 2011

Tafsir Ayat Ramadhan


(البقرة: 183)

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ (البقرة: 183)
يقول تعالى مخاطبا للمؤمنين من هذه الأمة وآمرا لهم بالصيام, وهو الإمساك عن الطعام والشراب والوقاع بنية خالصة لله عز وجل لما فيه من زكاة النفوس وطهارتها وتنقيتها من الأخلاط الرديئة والأخلاق الرذيلة وذكر أنه كما أوجبه عليهم فقد أوجبه على من كان قبلهم فلهم فيه أسوة حسنة. وليجتهد هؤلاء في أداء هذا الفرض أكمل مما فعله أولئك كما قال تعالى:
 لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَكِنْ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا ءَاتَاكُمْ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ (المائدة: 48)
ولهذا قال ههنا "يا أيها الذين آمنوا كتب عليكم الصيام كما كتب على الذين من قبلكم لعلكم تتقون" لأن الصوم فيه تزكية للبدن وتضييق لمسالك الشيطان ولهذا ثبت فى الصحيحين: "يا معشر الشباب من استطاع منكم الباءة فليتزوج ومن لم يستطع فعليه بالصوم فإنه له وجاء"
 ثم بين مقدار الصوم وأنه ليس في كل يوم لئلا يشق على النفوس فتضعف عن حمله وأدائه بل في أيام معدودات وقد كان هذا في ابتداء الإسلام يصومون من كل شهر ثلاثة أيام ثم نسخ ذلك بصوم شهر رمضان كما سيأتي بيانه وقد روى أن الصيام كان أولا كما كان عليه الأمم قبلنا من كل شهر ثلاثة أيام عن معاذ وابن مسعود وابن عباس وعطاء وقتادة والضحاك بن مزاحم وزاد لم يزل هذا مشروعا من زمان نوح إلى أن نسخ الله ذلك بصيام شهر رمضان.
(البقرة: 184-185)

أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ.
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْءَانُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ(185)
يمدح تعالى شهر الصيام من بين سائر الشهور بأن أختاره من بينهن لإنزال القرآن العظيم وكما أختصه بذلك قد ورد الحديث بأنه الشهر الذي كانت الكتب الإلهية تنزل فيه على الأنبياء قال: الإمام أحمد بن حنبل رحمه الله حدثنا أبو سعيد مولى بني هاشم حدثنا عمران أبو العوام عن قتادة عن أبي فليح عن واثلة يعني ابن الأسقع أن رسول الله صلى الله عليه وسلم: قال "أنزلت صحف إبراهيم في أول ليلة من رمضان وأنزلت التوراة لست مضين من رمضان والإنجيل لثلاث عشرة خلت من رمضان وأنزل الله القرآن لأربع وعشرين خلت من رمضان".









(البقرة: 186)

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ

1. قال ابن أبي حاتم: حدثنا أبي حدثنا يحيى بن المغيرة أخبرنا جرير عن عبدة بن أبي برزة السختياني عن الصلت بن حكيم بن معاوية بن حيدة القشيري عن أبيه عن جده "أن أعرابيا قال: يا رسول الله صلى الله عليك وسلم أقريب ربنا فنناجيه أم بعيد فنناديه؟" فسكت النبي صلى الله عليه وسلم فأنزل الله "وإذا سألك عبادي عني فإني قريب أجيب دعوة الداع إذا دعاني فليستجيبوا لي وليؤمنوا بي" إذا أمرتهم أن يدعوني فدعوني استجبت.
2. وقال الإمام أحمد حدثنا عبد الوهاب بن عبد المجيد الثقفي حدثنا خالد الحذاء عن أبي عثمان النهدي عن أبي موسى الأشعري قال: كنا مع رسول الله صلى الله عليه وسلم في غزوة فجعلنا لا نصعد شرفا ولا نعلو شرفا ولا نهبط واديا إلا رفعنا أصواتنا بالتكبير قال فدنا منا فقال "يا أيها الناس أربعوا على أنفسكم فإنكم لا تدعون أصم ولا غائبا إنما تدعون سميعا بصيرا إن الذي تدعون أقرب إلى أحدكم من عنق راحلته يا عبدالله بن قيس ألا أعلمك كلمة من كنوز الجنة؟ لا حول ولا قوة إلا بالله" أخرجاه في الصحيحين وبقية الجماعة.
3. وقال الإمام أحمد: حدثنا سليمان بن داود حدثنا شعبة حدثنا قتادة عن أنس رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم قال "يقول الله تعالى أنا عند ظن عبدي بي وأنا معه إذا دعاني".
4.  وقال الإمام أحمد أيضا: حدثنا علي بن إسحاق أنبأنا عبدالله أنبأنا عبدالرحمن بن يزيد بن جابر حدثنا إسماعيل بن عبيد الله عن كريمة بنت ابن خشخاش المزنية قالت: حدثنا أبو هريرة أنه سمع رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول "قال الله تعالى أنا مع عبدي ما ذكرني وتحركت بي شفتاه" "قلت" وهذا كقوله تعالى "إن الله مع الذين اتقوا والذين هم محسنون" وقوله لموسى وهارون عليهما السلام "إنني معكما أسمع وأرى".
5.  والمراد من هذا أنه تعالى لا يخيب دعاء داع ولا يشغله عنه شيء بل هو سميع الدعاء ففيه ترغيب في الدعاء وأنه لا يضيع لديه كما قال الإمام أحمد: حدثنا يزيد حدثنا رجل أنه سمع أبا عثمان هو النهدي يحدث عن سلمان يعني الفارسي رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال "إن الله تعالى ليستحيي أن يبسط العبد إليه يديه يسأله فيهما خيرا فيردهما خائبتين".
وقال الإمام أحمد أيضا: حدثنا أبو عامر حدثنا علي بن أبي المتوكل الناجي عن أبي سعيد أن النبي صلى الله عليه وسلم قال "ما من مسلم يدعو الله عز وجل بدعوة ليس فيها إثم ولا قطيعة رحم إلا أعطاه الله بها إحدى ثلاث خصال إما أن يعجل له دعوته وإما أن يدخرها له في الأخرى وإما أن يصرف عنه من السوء مثلها" قالوا إذا نكثر قال "الله أكثر".
6. وقال عبدالله ابن الإمام أحمد: حدثنا إسحاق بن منصور الكوسج أنبأنا محمد بن يوسف حدثنا ابن ثوبان عن أبيه عن مكحول عن جبير بن نفير أن عبادة بن الصامت حدثهم أن النبي صلى الله عليه وسلم قال "ما على ظهر الأرض من رجل مسلم يدعو الله عز وجل بدعوة إلا آتاه الله إياها أو كف عنه من السوء مثلها ما لم يدع بإثم أو قطيعة رحم".
7. وقال الإمام مالك عن ابن شهاب عن أبي عبيد مولى ابن أزهر عن أبي هريرة: أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال "يستجاب لأحدكم ما لم يعجل يقول دعوت فلم يستجب لي" أخرجاه في الصحيحين من حديث مالك به وهذا لفظ البخاري رحمه ال.
8. وقال مسلم في صحيحه: حدثني أبو الطاهر حدثنا ابن وهب أخبرني معاوية بن صالح عن ربيعة بن يزيد عن أبي إدريس الخولاني عن أبي هريرة عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال "لا يزال يستجاب للعبد ما لم يدع بإثم أو قطيعة رحم ما لم يستعجل" قيل يا رسول الله وما الاستعجال "قال يقول قد دعوت فلم أر يستجاب لي فيستحسر عند ذلك ويدع الدعاء".
9. وروى ابن مردويه من حديث الكلبي عن أبي صالح عن ابن عباس حدثني جابر بن عبدالله أن النبي صلى الله عليه وسلم قرأ "وإذا سألك عبادي عني فإني قريب أجيب دعوة الداع إذا دعان" الآية فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم "اللهم أمرت بالدعاء وتوكلت بالإجابة لبيك اللهم لبيك لبيك لا شريك لك لبيك إن الحمد والنعمة لك والملك لا شريك لك أشهد أنك فرد أحد صمد لم يلد ولم يولد ولم يكن له كفوا أحد وأشهد أن وعدك حق ولقاءك حق والساعة آتية لا ريب فيها وأنت تبعث من في القبور".
10. وقال الحافظ أبو بكر البزار: وحدثنا الحسن بن يحيى الأزدي ومحمد بن يحيى القطعي قالا: حدثنا الحجاج بن منهال حدثنا صالح المزي عن الحسن عن أنس عن النبي صلى الله عليه وسلم قال "يقول الله تعالى يا ابن آدم واحدة لك وواحدة لي وواحدة فيما بيني وبينك فأما التي لي فتعبدني لا تشرك بي شيئا وأما التي لك فما عملت من شيء أو من عمل وفيتكه وأما الذي بيني وبينك فمنك الدعاء وعلي الإجابة".
11.  وفي ذكره تعالى هذه الآية الباعثة على الدعاء متخللة بين أحكام الصيام إرشاد إلى الاجتهاد في الدعاء عند إكمال العدة بل وعند كل فطر كما رواه الإمام أبو داود الطيالسي في مسنده حدثنا أبو محمد المليكي عن عمرو وهو ابن شعيب بن محمد بن عبدالله بن عمرو عن أبيه عن جده عبدالله بن عمرو قال: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول "للصائم عند إفطاره دعوة مستجابة".
12. وقال أبو عبدالله محمد بن يزيد بن ماجه في سننه: حدثنا هشام بن عمار أخبرنا الوليد بن مسلم عن إسحاق بن عبدالله المدني عن عبيد الله بن أبي مليكة عن عبدالله بن عمرو قال: قال النبي صلى الله عليه وسلم "إن للصائم عند فطره دعوة ما ترد.
 13. وفي مسند الإمام أحمد وسنن الترمذي والنسائي وابن ماجه عن أبي هريرة قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم "ثلاثة لا ترد دعوتهم الإمام العادل والصائم حتى يفطر ودعوة المظلوم يرفعها الله دون الغمام يوم القيامة وتفتح لها أبواب السماء ويقول بعزتي لأنصرنك ولو بعد حين".

Jiwa Manusia


Jiwa Manusia
وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى(40) فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَى(41)
Artinya: “Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan Jiwanya dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal(nya). (QS. An-Nazi’at: 40-41).
            Pusat pembahasan kita pada ayat diatas adalah kalimat “(orang yang) menahan Jiwanya dari keinginan hawa nafsunya”. Dalam Tafsir Al-Jalalain dijelaskan bahwa yang dimaksudkan adalah orang yang senantiasa mengendalikan diri dari mengikuti kehendak hawa nafsunya. Dalam Tafsir Ibnu Katsir yang dimaksudkan adalah orang-orang yang senantiasa takut dengan Allah ‘Azza wa Jalla dan dengan ketentuan hukum-Nya. Sehingga ia mengendalikan jiwanya (atau dirinya) dari kungkungan hawa nafsunya dan berusaha untuk senantiasa taat. Sedangkan dalam Tafsir Al-Qurthubi disebutkan bahwa orang yang menahan dirinya dari hawa nafsunya adalah orang yang menjauhkan diri dari perbuatan maksiat dan perbuatan yang diharamkan. Sahal ra., berkata bahwa meninggalkan hawa nafsu adalah pembuka pintu surga. Berkaitan dengan ayat ini, Abdullah bin Mas’ud ra., berkata: “Kalian sedang berada pada zaman dimana manusia mendahulukan kebenaran (al-Haqq) diatas hawa nafsunya, dan akan datang suatu zaman dimana manusia mendahulukan hawa nafsunya diatas kebenaran, maka kami berlindung dari zaman yang demikian”(Tafsir Al-Qurthubi).
            Hawa nafsu (al-Hawa) adalah tabiat yang telah ada sejak awal pada diri manusia. Manusia diperintahkan untuk memimpin hawa nafsunya dengan kebenaran dan akal sehat. Hawa nafsu tidak dapat dimusnahkan bahkan harus dipelihara. Oleh karena itu, manusia membutuhkan bimbingan wahyu agar bisa membimbing jiwanya dan mengendalikan hawa nafsunya.  
Berikut ini tingkatan (maqam) jiwa manusia dalam mengendalikan hawa nafsunya:
1. Nafsu Ammarah (اَلنَّفْسُ اْلأَمَّارَةٌ بِالسُّوْءِ)ِ
            Nafsu Ammarah atau Ammaratun bissu’ adalah jiwa yang selalu mendorong untuk berbuat keburukan dan dosa. Jiwa semacam ini dimiliki oleh golongan manusia yang hatinya dipimpin oleh hawa nafsunya, sehingga ia menjadi budak yang selalu mengikuti hawa nafsunya. Hari-hari orang semacam ini hanya merisaukan dunia tetapi melupakan ibadah dan sama sekali tidak merisaukan kehidupan akherat. Ambisi dan cita-citanya hanya sebatas dunia. Puncak pengetahuannya pun hanya terbatas tentang dunia. Mereka menghabiskan waktu dalam keseharian bahkan seluruh perjalanan hidupnya hanya untuk dunia. Celakanya mereka tidak pernah menyesali perbutannya bahkan selalu memandang baik apa yang telah dilakukannya. Allah Ta’ala berfirman:
الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا
Artinya: “Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka telah berbuat sebaik-baiknya”. (QS. Al-Kahfi: 104)
            Golongan manusia ini sangat mencintai dunia, bangga dengan materi, kedudukan, kehormatan dan tidak henti-hentinya menumpuk harta. Sebagian yang lain hanya menghabiskan waktunya untuk berbuat maksiat, seperti berzina, berjudi, menenggak minuman keras, bermain musik dan berfoya-foya sehingga kehidupannya berantakan. Inilah Jiwa yang dikuasai oleh hawa nafsu sehingga disebut jiwa yang selalu mendorong perbuatan jahat. Allah Ta’ala berfirman:

وَمَا أُبَرِّئُ نَفْسِي إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّي إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَحِيمٌ(53)
Artinya: (Yusuf berkata) Dan aku tidak membebaskan diriku (dari hawa nafsu), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Yusuf: 53).

2. Nafsu Lawwamah (اَلنَّفْسُ اللَّوَّامَةِ)
            Nafsu Lawwamah adalah jiwa yang selalu menyesali dirinya. Menurut  Imam Al-Ghazali Nafsu Lawwamah adalah jiwa yang tidak tetap, ia selalu berubah-ubah dan berbolak-balik, terkadang sadar, terkadang lalai, adakalanya menerima dan adakalanya menyangkal, sewaktu-waktu taat dan sewaktu-waktu membantah. Orang semacam ini selalu menyesal ketika usai melakukan maksiat, namun tetap juga mengulanginya lagi. Menginginkan menjadi orang yang baik-baik, namun masih dengan susah payah ia mengusahakannya. Perilakunya bercampur-baur, kadangkala beribadah dan kadangkala meninggalkannya. Orang semacam ini belum mampu istiqamah, jiwanya selalu goncang dan bimbang. Nafsu Lawwamah ini sadar akan kelalaian dan perbuatan dosanya, berbeda dengan Nafsu Ammarah yang justeru puas dan memandang baik kelalaiannya. Berkenaan dengan keberadaan Nafsu Lawwamah Allah Ta’ala berfirman:
لَا أُقْسِمُ بِيَوْمِ الْقِيَامَةِ(1) وَلَا أُقْسِمُ بِالنَّفْسِ اللَّوَّامَةِ(2)
Artinya: Aku bersumpah dengan hari kiamat, dan aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri). (QS. Al-Qiyamah:1-2).
3. Nafsu Muthma’innah (( النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ
            Nafsu Muthma’innah adalah jiwa yang tenang, tenteram dan diberkahi oleh Allah. Menurut Imam Al-Ghazali, Nafsu Muthma’innah adalah Jiwa yang senantiasa mengingat Allah, senantiasa tunduk kepada-Nya, rindu untuk selalu berjumpa dengan-Nya. Imam Qatadha mengatakan bahwa Nafsu Muthma’innah adalah jiwa yang tenang, tenteram dan menerima segala ketentuan Allah SWT. Mereka tidak pernah putus asa dari rahmat Allah. Mereka menjalani kehidupan dunia ini bagaikan pengembaraan dan tempat singgah belaka. Mereka tidak pernah merasa memiliki dunia begitupun isinya. Mereka menginginkan kepulangan ke kampung halaman yang sebenarnya yaitu kampung akherat yang telah dijanjikan. Jiwa Muthma’innah selalu berdzikir kepada Allah, istiqamah dalam beribadah dan disibukan dengan kegiatan yang bermanfaat. Allah Ta’ala berfirman:
يَاأَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ(27)ارْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً(28)فَادْخُلِي فِي عِبَادِي(29)وَادْخُلِي جَنَّتِي(30)
Artinya: Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku. (QS. Al-Fajr: 27-30).

Mengendalikan Hawa Nafsu

            Jiwa manusia harus ditempa agar dapat menggapai maqam Muthma’innah dan mengindari Jiwa yang Ammarah dan Lawwamah. Untuk melakukan ini manusia harus mampu mengendalikan hawa nafsunya, mengekang bahkan memerangi segala nafsu yang jahat. Salah satu upaya mendidik jiwa dan mengendalikan hawa nafsu adalah dengan berpuasa. Dalam momentum menyambut bulan suci Ramadhan ini mari kita jadikan puasa sebagai media untuk menempa jiwa dan mengekang hawa nafsu. Rasulullah SAW bersabda: “Terangilah hatimu dengan lapar (puasa), terangilah jiwamu dengan lapar dan haus, ketuklah pintu surga dengan lapar pula. Dan pahala orang yang puasa itu seperti jihad di jalan Allah. Sesungguhnya tidak ada amal yang dicintai Allah selain seperti lapar dan haus. Sedangkan orang yang memenuhi perutnya tidak akan mampu memasuki kerajaan langit (surga) dan tidak pula mampu merasakan manisnya ibadah.   

Menggapai Rahmat-Nya


  Menggapai Rahmat-Nya     

 'Dan apabila dibacakan al-Qur'an, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat. (QS. Al A’raaf {7}: 204)

 Kata ' Rahmat ' dalam Al Qur`an berjumlah sekitar 143 kata dalam 42 surat. Jumlah ini menunjukan bahwa Allah lebih mengedepankan sifat-Nya ini daripada sifat yang lainnya. Bukankah seseorang itu termasuk merugi andaikan tiada rahmat dari-Nya. '… maka kalau tidak ada karunia Allah dan rahmat-Nya atasmu, niscaya kamu tergolong orang yang rugi.' (QS. Al Baqoroh {2}: 64). Dan sebaliknya bukankah orang yang mendapatkan rahmat-Nya termasuk orang-orang yang mendapat petunjuk-Nya, 'Mereka itulah yang mendapatkan keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhannya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.' (QS. Al Baqoroh {2}: 157). Lalu dengan apakah kita akan mendapatkan rahmat-Nya dan bagaimanakah cara meraih rahmat-Nya ?. Diantara cara untuk meraih rahmat-Nya adalah :


Taat kepada Allah dan Rosul-Nya tanpa reserve, ketaatan yang tidak dihinggapi keraguan.

Adapun bentuk ketaatan kita terhadap Allah dan Rosul-Nya adalah menjadikan perkataan keduanya (Al Qur`an dan As Sunah) sebagai way of live kita. 'Dan ta'atilah Allah dan Rasul, supaya kamu diberi rahmat.' (QS. Ali ‘Imran {3}: 132).



Ketaqwaan.

Allah berfirman, ' ...Bertaqwalah agar kamu diberi rahmat.' (QS. Al An’aam {6}: 155). Dalam ayat lain, ' … Bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.' (QS. Al Hujuraat {49}: 10).



Berbuat baik.

Dalam hal ini beragam bentuk kebaikan telah Allah SWT ajarkan kepada Rosulullah SAW dan umatnya, diantaranya, ' Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu ...' (QS. An Nissaa` {4}: 36). ingatlah janji Allah SWT,' Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini mendapat (pembalasan) yang baik.' (QS. An Nahl {16}: 30).


Peduli terhadap Al Qur`an.

Bentuk kepedulian ini adalah kita membaca, mendengar, menyimak dan memahami (QS. Al A’raaf {7} : 204) serta mengamal-kannya. Allah berfirman, 'Dan al-Qur'an itu adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkati, maka ikutilah dia dan bertaqwalah agar kamu diberi rahmat.' (QS. 6:155). Dengan datangnya bulan suci ini kepedulian kita terhadap Al Qur`an harus kita tingkatkan lagi sehingga kita mampu meraih rahmat-Nya, bukankah bukankah Allah telah memberikan jamainan kepada kita ?, 'Sesungguhnya di dalam (al-Qur'an) itu terdapat rahmat yang besar dan pelajaran bagi orang-orang yang beriman.' (QS. 29:51).



Takut akan siksaan Allah.

Allah berfirman, 'Dan apabila dikatakan kepada mereka: 'Takutlah kamu akan siksa yang dihadapanmu dan siksa yang akan datang supaya kamu mendapat rahmat.' (QS. 36:45)



Selalu istigfar.

Allah berfirman, 'Hendaklah kamu meminta ampun kepada Allah, agar kamu mendapat rahmat'. (QS. 27:46).



Mendirikan sholat dan menunaikan zakat.

Allah berfirman,'Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan ta'atlah kepada rasul, supaya kamu diberi rahmat. (QS. 24:56). Bila kita menyimak Al Qur`an maka kita dapatkan dua kewajiban tersebut (shalat dan zakat) selalu bergandengan. Andaikan seseorang melakukan yang satu dan meninggalkan yang lain maka wajib untuk diperangi sebagaimana contoh yang dilakukan oleh Khalifah Abu Bakar terhadap sekelompok orang yang tidak mau menunaikan zakat.


Itulah beberapa wasilah yang dapat kita lakukan, Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua. Amin

Wallohu a’alam.



Lailatul Qodar


Lailatul Qadar
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ(1) وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ(2) لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ(3) تَنَزَّلُ الْمَلاَئِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ(4) سَلاَمٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ(5)
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Qur'an) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu?. Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar”. (QS. Al-Qadr: 1-5).
            Lailatul Qadar disebut “qadar” yang artinya ketentuan, keputusan atau takdir. Karena pada malam itu ditentukan segala urusan, hukum-hukum, ketentuan rezeki dan waktu kematian. Dan Allah Ta’ala menentukan kejadian-kejadian bagi setiap hamba, kaum atau bangsa pada setiap masa dan tempat. Pada malam itu diputuskan semua ketentuan Allah terhadap makhluk-Nya dari tahun tersebut hingga tahun yang akan datang.
            Disebutkan dalam kitab Misykatul Anwar, bahwa setelah semua urusan ditetapkan maka kemudian dikumpulkan menurut daftarnya masing-masing. Daftar rahmat dan siksa diberikan kepada Malaikat Jibril; daftar tumbuh-tumbuhan dan rizki diberikan kepada Malaikat Mika’il; daftar hujan dan angin diserahkan kepada Malaikat Israfil; daftar ajal atau pencabutan ruh diserahkan kepada Malaikat Izra’il, dan begitulah seterusnya. Sebagaimana firman Allah:

فِيْمَا يُفْرَقُ كُلُّ اَمْرٍ حَكِيْمٍ

Artinya: “Di dalamnya dipisah-pisahkan (dibagi-bagikan) tiap-tiap perkara yang pasti”.
            Ada juga yang menyebutkan bahwa arti qadar” adalah sempit. Karena bumi menjadi sempit pada malam itu sebab banyaknya malaikat yang turun. Para Malaikat yang dipimpin oleh Jibril diturunkan ke bumi untuk mengatur segala urusan yang telah diputuskan oleh Allah Ta’ala. Selain itu, menurut riwayat Imam Bukhari, Allah mengizinkan para malaikat turun ke bumi untuk membuktikan bahwa meskipun banyak hamba-hamba  Allah yang lalai, tetapi masih ada orang-orang yang istiqamah dan sabar dalam mengingat Allah. Malaikat akan terkagum-kagum terhadap mereka, sehingga mereka bershalawat, mengharapkan berkah dan ampunan bagi orang-orang yang beriman.
            Allah Ta’ala mengutus Malaikat Jibril untuk menjumpai Nabi Muhammad SAW. Jibril menyampaikan surat dari Allah untuk Nabi SAW, yakni surat Al-Qadr. Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku menurunkan Lailatul Qadar yang lebih baik dibanding seribu bulan”. Allah Ta’ala berfirman lagi: “Hai Muhammad, telah Aku berikan kepadamu dan kepada umatmu akan Lailatul Qadar; apabila ada yang beribadah pada malam itu maka lebih baik daripada beribadah selama tujuh puluh ribu bulan”.
            Disebutkan pula, bahwa sebab turunnya surat Al-Qadr adalah ketika telah dekat saatnya Nabi SAW akan berpisah dengan umatnya. Nabi SAW bersedih lalu berujar: “Kalau saya meninggal dunia, maka siapakah yang menyampaikan salam (keselamatan) dari Allah untuk umat saya”. Kemudian Allah Ta’ala menjawabnya, bahwa telah diturunkan para Malikat dan Jibril untuk menyampaikan salam (rahmat) dan berita gembira kepada umat Nabi Muhammad SAW. Hal ini berlaku selamanya pada setiap masa dan tempat.

Beribadah Pada Malam Lailatul Qadr

كَانَ النَّبِىُّ ص يَجْتَهِدُ فِى عَشْرِ اْلاَ خِيْرِ مَالاَ يَجْتَهِدُفِى غَيْرِهِ كَانَ النَّبِىُ ص يَخُصُّ الْعَشْرَ اْلاَوَاخِرَ فِى رَمَضَانَ بِاْلاَعْمَالِ لاَ يَعْلَمُهَا فِى بَقِيَّةِ الشَّهْرِ
Artinya: “Adalah Nabi SAW. Lebih bersemangat dalam beribadah pada sepuluh hari yang terakhir dengan ibadah yang belum pernah dikerjakan dengan sangat sungguh-sungguh di bulan lain, beliau menkhususkan sepuluh hari yang terakhir dari bulan ramadhan dengan amal perbuatan ibadah yang tidak dikerjakan pada bulan yang lain”. (HR. Muslim).
            Pintu-pintu langit dibuka pada malam Lailatul-Qadar. Apabila ada hamba yang mengerjakan shalat pada malam itu, maka dari tiap-tiap takbirnya, Allah akan  menumbuhkan satu pohon di surga. Dari setiap rekaat shalatnya, Allah akan membangunkan istana di surga yang terbuat dari mutiara, batu permata merah, batu permata hijau dan berlian. Dari setiap bacaan yang dibacanya dalam shalat akan diberikan mahkota di surga. Dan dengan tiap-tiap duduknya, maka akan diangkat derajatnya di surga. Dan dari tiap-tiap salamnya akan diberikan perhiasan gemerlap disurga (Zubdatul Wa’idzin).
Disebutkan dalam sebuah hadits, “Adalah Rasulullah SAW, beri`tikaf pada sepuluh hari yang terakhir dari bulan ramadhan sehingga wafat. Kemudian istrinya beri`tikaf setelah beliau meninggal dunia” (HR. Al-Bukhari dan Muslim). Dan dalam hadits yang lain disebutkan, “Barang siapa yang beri`tikaf pada malam Lailatul Qadar dengan keimanan dan semata-mata hanya mengharap keridhaan Allah, maka akan diampuni segala dosanya, baik yang telah lalu maupun yang akan datang” (HR. Ad-Dailami).

Kapan Terjadinya Lailatul-Qadar?

Para sahabat termasuk para ulama banyak berbeda pendapat tentang kapan terjadinya malam Lailatul-Qadar. Namun sebagai gambaran umum dapat diambil dari hadits Nabi SAW. Rasulullah SAW bersabda: “Carilah Lailatul Qadar pada malam sepuluh hari yang terakhir, karena sesungguhnya malam Lailatul Qadar jatuh pada malam yang ganjil, malam dua puluh satu, dua puluh tiga, dua puluh lima, dua puluh tujuh, dua puluh sembilan, atau pada akhir malam bulan ramadhan. Maka barang siapa yang mengisi malam tersebut dengan beberapa ibadah dengan disertai keimanan dan bertujuan mencari ridha Allah, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan yang akan datang” (HR. Ath-Thabrani).

Apa Ciri-ciri Lailatul Qadar?

   Ada banyak sekali ciri-ciri atau tanda-tanda khusus malam Lailatul Qadar, yang setiap orang menjumpainya dengan ciri-ciri dan keajaiban yang berbeda-beda. Namun berdasarkan hadis Nabi SAW, ada beberapa ciri atau tanda-tanda yang bersifat umum dari malam Lailatul Qadar. Rasulullah SAW bersabda: “Lailatul Qadar adalah malam yang terang benderang, tidak seberapa panas, tidak seberapa dingin, tidak ada awan, tidak ada hujan, tidak berangin kencang, tidak ada bintang yang dilemparkan (meteor). Sebagian tandanya adalah pada siang harinya matahari tidak bersinar terang” (HR. Ath-Thabrani).
Do’a
Imam An-Nasa’i meriwayatkan dari Aisyah ra., bahwa Aisyah bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu jika aku mendapati malam Lailatul Qadar?, Apakah kiranya yang harus aku baca?, Nabi SAW menjawab, “bacalah:
اَللّهُمَّ اِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي
Artinya: “Wahai Allah, sesungguhnya Enkau Maha Pema’af, mencintai kema’afan, maka maafkanlah (seluruh kesalahan) ku” (HR. An-Nasa’i)


Bertaubat


لَوْتعلم امتى ما فى رمضان لتمنوا ان تكون السنة كلها رمضان, لأن الحسنة فيه مجتمعة والطاعة مقبلة والدعواة مستجابة والذنوب مغفورة والجنة مشتاقة لهم
Dari Ibnu Abbas ra., dia berkata, “Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Kalau sekiranya umatku mengetahui segala (kebaikan) didalam bulan suci Ramadhan, niscaya mereka menginginkan agar semua tahun itu menjadi Ramadhan”, dikarenakan semua kebaikan itu berkumpul di bulan suci Ramadhan, ketaatan bisa diterima, semua doa dikabulkan, semua doasanya diampuni dan surga senantiasa merindukan mereka” (Zubadatul Wâ’izhîn).
            Dalam suatu riwayat disebutkan, bahwa Ramadhan pada hari kiamat nanti akan datang dalam bentuk wajah yang sangat bagus, kemudian sujud tersungkur dihadapan Allah Ta’ala. Kemudian Allah berfirman: “Wahai Ramadhan, mintalah apa keinginanmu dan tolonglah orang yang telah menunaikan hakmu”. Maka Ramadhan pun berkeliling di padang yang luas dan mengajak orang-orang yang telah menunaikan haknya, kemudian berhenti dihadapan Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman: “Wahai Ramadhan apa yang engkau kehendaki?”. Ramadhan menjawab: “Saya menghendaki agar Tuhan berkenan memberikan untuknya mahkota kebesaran”. Kemudian Allah memberikan seribu mahkota kepadanya dan memberikan pengampunan. Allah Ta’ala kemudian berfirman: “Mau apalagi engkau, hai Ramadhan?”. Ramadhan kemudian menjawab: “Mohon tempatkanlah ia disamping nabi-Mu”, maka Allah pun menempatkannya di surga firdaus (Zahratur-Riyâdhi). Yang dimaksud orang yang menunaikan hak Ramadhan adalah orang-orang yang menjalankan puasa di bulan suci Ramadhan. Mereka ini adalah sahabat Ramadhan dan mereka akan ditolong oleh Ramadhan tersebut untuk mendapatkan ampunan Allah Ta’ala.
            Jika memperhatikan begitu banyak keutamaan bulan suci Ramadhan, maka sungguh merugi orang-orang yang hadir di bulan suci ini namun mereka telah menyia-nyiakannya. Sungguh merugi orang-orang yang tidak sempat mendapatkan ampunan. Sungguh merugi orang-orang yang tidak sempat bertaubat. Sungguh merugi orang-orang yang tidak bertambah amalnya. Bahkan sangat merugi orang-orang yang tidak ikut serta berpuasa dan tidak ikut serta memperbanyak shalat tarawih. Jadi wajar jika para Sahabat menangis jika akan berpisah dengan bulan suci Ramadhan, mereka takut jika tidak mendapatkan ampunan. Jika pada bulan Ramadhan saja mereka tidak mendapatkan ampunan apalagi pada bulan-bulan yang lain. Bulan Ramadhan memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki oleh bulan-bulan yang lain. Yaitu Rahmat dikucurkan, pintu surga telah dibuka, pintu neraka ditutup dan para setan dibelenggu. Sedangkan pada bulan-bulan yang lain keistimewaan ini tidak didapatkan. Apakah masih mungkin jika kita gagal diampuni di bulan Ramadhan dapat memperolah ampunan pada bulan yang lain.
            Diriwayatkan dari Ka’ab bin ‘Ujrah ra., dia berkata, “Rasulullah SAW telah bersabda, “Datanglah kalian ke mimbar”. Lalu kami mendatanginya. Maka apabila beliau naik tangga pertama, beliau berkata “amin”, lalu ketika naik ke tangga yang kedua beliau berkata “amin”. Dan ketika naik pada tangga yang ketiga beliau juga berkata “amin”. Maka ketika beliau turun kami berkata: ‘Wahai Rasulullah, sungguh hari ini kami telah mendengar dari engkau sesuatu yang belum pernah kami dengar’. Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Jibril telah datang kepadaku lalu berkata, celakalah orang-orang yang melewatkan bulan Ramadhan begitu saja sehingga dosanya tidak diampuni. Aku berkata, “Amin”. Lalu ketika aku naik tangga yang kedua, Jibril berkata, celakalah orang yang mendengar namamu disebut, tetapi dia tidak mengucapkan shalawat untukmu. Aku berkata “Amin”. Bila aku melangkah naik ke tangga yang ketiga, Jibril berkata, celakalah orang-orang yang bersama kedua orang tuanya telah tua atau salah satunya hingga tua, namun mereka tidak dapat memasukkannya ke surga. Aku berkata “Amin”. (HR. Al-Hakim, dengan sanad yang Shahih).

Tidak Sekedar Lapar dan Dahaga

كَمْ مِنْ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ اِلاَّ الْجُوْعِ وَالْعَطَاسِ

Artinya: “Banyak orang yang berpuasa tetapi tidak mendapatkan apa-apa kecuali lapar dan dahaga” (HR. An-Nasa’i).
            Yang dimaksud oleh hadits ini adalah bahwa puasa tidak sekedar menahan diri dari makan dan minum. Namun yang terpenting adalah menahan diri dari segala sesuatu yang dapat membatalkan amaliah atau pahala berpuasa. Sebutan lain dari puasa adalah “imsak ‘anil-hawa”, yaitu menahan diri dari hawa nafsu. Pada saat berpuasa semua nafsu dikekang atau dikendalikan. Nafsu-nafsu yang baik saja banyak yang dilarang untuk disalurkan apalagi nafsu yang buruk. Makan, minum, hubungan suami-istri adalah nafsu yang baik namun dilarang untuk ditunaikan pada bulan suci Ramadhan. Apalagi nafsu yang buruk seperti berbohong, mencuri, korupsi, ghibah (mengumpat), mencaci maki, bertenglkar, marah-marah, berkelahi, sombong, iri, dengki dan lain sebagainya. Termasuk juga melihat perempuan yang bukan muhrim dengan penuh syahwat. Kita harus menyadari bahwa tontonan dan iklan di bulan suci Ramadhan ini masih banyak yang mengumbar auratnya. Masih banyak wanita yang berkeliaran disiang hari dengan pakaian terbuka (na’udzubillah). Keadaan ini dapat merusak amaliah orang yang berpuasa. Kedadaan semacam ini sulit dihindari karena merupakan tanda bahwa zaman telah rusak. Oleh karena itu, siapa pun baik laki-laki maupun perempuan yang terlibat dalam budaya telanjang, membuka aurat, mengobral kemolekan, memamer-mamerkan tubuh maka mereka telah menjadi penyakit zaman dan merupakan musuh Allah dan musuh orang-orang beriman.
Rasulullah SAW bersabda:        
خَمْسُ خِصَالٍ يُفْطِرْنَ الصَّائِمَ وَيَنْقُضُ الْوُضُوْءَ اَلْكِذْبُ, وَاْلغَيْبَةُ, وَالنَّمِيْمَةُ, وَالنَّظَرُ بِشَهْوَةٍ, وَالْيَمِيْنُ الْكَاذِبَةُ
Artinya: “Lima perkara yang dapat membatalkan puasa dan wudhu seseorang yaitu: berdusta, ghibah, mengadu domba, melihat perempuan yang bukan muhrimya dengan syahwat dan sumpah palsu” (HR. Ad-Dailami).
Termasuk pula yang dapat menjadikan puasa sia-sia adalah meninggalkan perintah Allah, seperti orang yang meninggalkan shalat. Orang yang malas shalat atau meninggalkan shalat maka ia termasuk memperturutkan hawa nafsunya. Itu berarti sia-sialah puasanya, karena Allah tidak akan menerima puasa orang-orang yang memperturutkan hawa nafsunya. 

Marhaban Yaa Ramadhan


Marhaban Yaa Ramadhan
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ أمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ (البقرة: 183)
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa” (QS. Al-Baqarah: 183).
Kewajiban Berpuasa
            Ayat di atas merupakan perintah Allah kepada umat Islam agar menjalankan puasa di bulan Ramadahan. Puasa Ramadhan merupakan rukun Islam dan wajib dikerjakan oleh setiap muslim. Barang siapa yang meninggalkannya ia tidak memenuhi syarat rukun Islam. Sehingga barang siapa yang mati dalam keadaan meninggalkan puasa Ramadhan, maka matinya dalam keadaan tidak Islam.
            Puasa juga pernah diwajibkan oleh Allah kepada umat-umat terdahulu. Disebutkan dalam Tafsir Ibnu Katsir, bahwa pada permulaan Islam puasa wajib dilakukan tiga hari pada setiap bulan. Kemudian puasa ini di-nasakh (dihapus) dengan turunnya perintah puasa di bulan Ramadhan. Menurut keterangan yang datang dari Mudaz ra. dan Abdullah bin Mas’ud ra. disebutkan bahwa puasa disyari’atkan sejak zaman Nabi Nuh as hingga Allah menghapus ketentuan itu dengan perintah berpuasa di bulan penuh pada bulan suci Ramadahan. Umat sebelumnya juga berpuasa hampir penuh sehari-semalam. Mereka hanya boleh berbuka sekaligus sahur dalam satu waktu, yakni antara waktu maghrib hingga Isya.
Mengenai kewajiban puasa di bulan Ramadhan Nabi SAW bersabda:
شَهْرُ رَمَضَانَ شَهْرٌ كَتَبَ اللهُ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ وَسَنَـنْتُ لَكُمْ قِيَامَهُ فَمَنْ صَامَهُ وَقَامَهُ اِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا خَرَجَ مِنْ ذُنُوْبِهِ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ اُمُّهُ (رواه ابن ماجه والبيهقى)
Artinya: “Bulan Ramadhan adalah bulan yang diwajibkan oleh Allah bagi kalian berpuasa, dan aku telah mensunnahkan untuk kalian  agar shalat (tarawih). Maka barang siapa yang berpuasa dan shalat mendirikan (tarawih) dengan penuh keimanan dan pengarapan akan dihapuskan dosa-dosanya sebagaimana keadaan bayi yang baru lahir dari perut ibunya” (HR. Ibnu Majah dan Al-Baihaqi).
            Berpuasa pada bulan suci Ramadhan harus sebulan penuh dan tidak boleh ada satu hari pun yang tertinggal. Dalam riwayat Abu Dawud disebutkan sabda Nabi SAW, bahwa “barang siapa yang meninggalkan dengan sengaja sehari saja puasa di bulan Ramadhan tanpa ada rukhshakh (atau udzur yang menghalanginya), maka ia tidak akan dapat menggantinya dengan puasa yang lain, meskipun puasa sepanjang masa”. Imam Ali bin Abi Thalib dan Abdullah bin Mas’ud menerangkan, “bahwa barangsiapa yang tidak berpuasa sehari pada bulan Ramadahan, maka tidak akan dapat diganti dengan puasa sepanjang hayat”. An-Nakha’i berkata, “Sesungguhnya orang yang tidak berpuasa sehari pada bulan suci Ramadhan, maka wajib berpuasa baginya sebanyak seribu hari” (lihat Kitab Irsyad Al-Ibad).
            Oleh karena itu kita harus berjuang agar dapat istiqamah berpuasa dan tidak akan pernah meninggalkannya kecuali ada udzur yang diberi rukhshah (keringanan) untuk meng-qadha’-nya atau membayar fidyah.  Adapun orang yang boleh meninggalkan puasa namun tetap wajib meng-qadha’-nya pada hari yang lain adalah: orang sakit, Dalam perjalanan/Musafir, orang hamil, orang menyusui, orang haid, melahirkan dan nifas. Sedangkan untuk orang tua yang sudah lemah dan orang sakit yang sudah tidak ada harapan untuk sembuh atau sakitnya hingga berbilang tahun maka boleh baginya membayar Fidyah, yaitu memberi makan kaum fakir, miskin dan anak yatim.
Bergembira Menyambut Ramadhan.
            Ramadhan adalah karunia Allah yang sangat  besar bahkan disebut sebagai bulan mukjizat bagi umat Islam. Nabi SAW menyebutkan, barangsipa yang bergembira menyambut bulan suci Ramadhan akan diharamkan jasadnya dari api neraka. Bulan Ramadhan adalah bulan yang dikucurkan rahmat (Syahrur-Rahmah), bulan bertebaran hidayah (Syahrul-Hidayah), bulan penuh berkah (Syahrul-Mubarrak) dan bulan penuh ampunan (Syahrul-Maghfirah) dan ada jaminan bagi kaum muslimin akan dihindarkan dari api neraka (Itqun minan-Nar). Pada bulan suci Ramadhan semua pintu surga dibuka lebar-lebar, maksudnya Allah memberi peluang sebesar-besarnya agar umat Islam menjadi Ahli Surga. Kemudian ditutup rapat-rapat pintu neraka, maksudnya Allah menutup peluang terjerumusnya manusia ke neraka. Kemudian para setan pun dibelenggu sehingga manusia dapat berbuat secara sadar tanpa godaan dan intervensi setan. Memperhatikan keutamaan-keutamaan ini tidak ada hal lain bagi kita, kecuali bergembira dan berbahagia memasuki dan menjalani puasa di bulan sici Ramadhan. Rasulullah SAW bersabda:
إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ اَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ اَبْوَابُ النَّارِ وَصُفِّدَتِ الشَّـيَاطِيْنَ (رواه البخارى ومسلم)
Artinya: “Ketika telah datang bulan Ramadhan maka dibukakan lebar-lebar pintu-pintu surga, dan ditutup rapat-rapat pintu-pintu neraka, serta dibelenggu semua setan” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Cara Memulai Puasa Ramadahan
صُوْمُوْا لِرُؤْيَتِهِ, وَاَفْطِرُوْا لِرُؤْيَتِهِ, فَاِنَّ غَبِيَ عَلَيْكُمْ فَاَكْمِلُوْا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلاَثِيْنَ (رواه البخارى ومسلم)
Artinya: “Berpuasalah kalian karena melihat hilal (bulan sabit Ramadahan) dan berbukalah (hentikanlah) setelah meliahat hilal (bulan Syawal). Jika hilal itu samar (tertutup) bagi kalian, maka sempurnakanlah hitungan bulan Sya’ban menjadi 30 hari” (HR. Bukhari dan Muslim).
            Perlu diketahui bahwa jumlah bilangan hari dalam kalender Hijriyah tidak menentu, terkadang berjumlah 28, 29 atau 30 dan relatif selalu berubah-ubah. Jumlah perhitungan harinya tidak dapat dipastikan dari jauh hari seperti tahun Masehi. Oleh karena itu, Nabi SAW menganjurkan untuk melihat hilal (ru’yat) ketika hendak memulai puasa Ramdahan. Namun kendala yang muncul adalah jika terjadi mendung atau hujan maka hilal akan tertutup. Jika terjadi samar atau tertutup maka umat Islam diperintahkan mencukupkan bulan Sya’ban sebanyak 30 hari dan selanjutnya memulai puasa Ramadhan.
            Pada zaman modern ini upaya untuk memastikan kedatangan bulan suci Ramadahan telah didukung oleh teknologi canggih. Yaitu memadukan metode Ru’yat” dengan metode “Hisab” (perhitungan). Metode Rukyat tidak lagi menggunakan mata telanjang namun telah menggunakan teropong canggih. Setelah hasil rukyat dan hisab dipadukan dan dibandingkan maka diputuskanlah hari pertama puasa di bulan suci Ramadhan. Memadukan kedua metode ini menghasilkan sistem yang paling sempurna.
            Dalam memulai puasa Ramadhan kita harus mengacu pada keputusan Departemen Agama (atau Menteri Agama). Alasanya, karena Depertemen Agama telah memadukan metode Rukyat dan Hisab dengan mengumpulkan para Ulama dan para Pakar sehingga tingkat kebenarannya dapat dipertanggungjawabkan. Kita hindari keputusan ulama atau oknum tertentu yang dapat memunculkan perselisihan dan perbedaan. Selanjutnya kita juga  tidak bisa mengacu pada Arab Saudi (Mekkah) karena secara geografis Indonesia jauh dengan Arab. Setiap pihak tidak boleh mengedepankan egoisme yang dapat menyebabkan umat terpecah belah. Semoga para Ulama, para pakar dan pemerintah sependapat dalam memutuskan permulaan puasa tahun ini (Aamiin).

Puasa Sebagai Perisai
عَنْ اَبِي هُرَيْرَةَ  قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: وَالصِّـيَامُ جُـنَّةٌ (رواه الخارى)
يَا مَعْشَرَ الشَّـبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ (رواه البخارى ومسلم)
Hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra., bahwa Rasulullah SAW bersabda:

Artinya:
Hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra., bahwa Rasulullah SAW bersabda:

Ketika melihat Hilal kita dianjurkan membaca do’a, sebagaimana do’a Nabi SAW:
اَللّهُمَّ اَهِلَّهُ عَلَيْنَا بِاْلاَمْنِ وَاْلاِيْمَانِ وَالسَّلاَمَةِ وَاْلاِسلام, ربى وربك الله هلال رشد وخير